Kamis, 10 Mei 2012


Nightmare

Breaking News
Hari kamis tanggal 9 Mei 2012 lalu, saya dikagetkan dengan sebuah pesan pendek dari Ibu saya, bunyinya “Pesawat Shukoi Jet 100 punya siapa ya? Dg 47 penumpang hilang kontak di sekitar Gn Salak.”
Saya langsung berfikir, “siapa Pilotnya? sedang apa shukoi di Jawa Barat? Shukoi bisa bawa 47 penumpang?? “ Maklum yang saya tau Shukoi adalah pesawat tempur buatan Rusia, hanya kemudian saya sadar, kalau penumpang ada 47 pasti itu pesawat angkut penumpang, hanya maskapai penerbangan apa yang mengoperasikannya saya belum pernah tahu.

Sepulang saya dari kantor, saya langsung menyalakan televisi, berita tentang hilang kontak pesawat tersebut sedang menjadi headline di beberapa stasiun Tv, dan beberapa kabar dan pertanyaan pun timbul dari berbagai kalangan, salah satunya adalah perihal request terakhir dari pilot kepada tower (menara Air Traffic Controller)  agar pesawat diijinkan untuk turun ke ketinggian 6.000 kaki dari ketinggian semula 10.000 kaki, padahal ketinggian puncak-puncak yang ada di gunung salak mencapai lebih dari 7.000 kaki.
Malam itu saya hanya berharap, semoga seluruh awak dan penumpang pesawat tersebut selamat dan dapat segera di evakuasi dari lokasi mereka terakhir, harapan saya kalaupun sampai pesawat tersebut crash landing, semoga tidak menimbulkan korban jiwa.

Keesokan harinya saya mendapatkan informasi dari seorang saudara sepupu saya yang mengatakan, salah satu penumpang dipesawat tersebut adalah kerabatnya, seorang pramugari bernama Maria Marcela, raut wajah tegang terlihat jelas di wajah saudara saya, dan ingatan saya langsung tertarik ke beberapa tahun lalu.

Flash back
Akhir maret 2009, saya menelepon seorang sahabat saya, Yudho Pramono namanya, saat itu saya ingin mengirimkan kasur bayi untuk keponakan saya yang baru berusia 3 bulan di Lhokseumawe, Aceh, kebetulan sahabat saya ini adalah seorang perwira penerbang pesawat angkut di TNI AU, maksud saya apabila dia ada misi penerbangan ke Lhokseumawe Aceh, saya ingin menitipkan kasur tersebut, karena saya tidak yakin saya bisa membawa kasur beserta asesorisnya dengan penerbangan sipil, saat itu Yudho menyanggupi untuk membantu saya apabila nanti ada jadwal misi penerbangan ke Aceh, dan meminta saya untuk konfirmasi di minggu pertama atau kedua April 2009 untuk memastikan.

Selang beberapa hari seorang sahabat lain, Dhani Ariadi menelpon saya, Dhani menyampaikan keinginannya untuk meminjam mobil saya untuk pertengahan April 2009, dan meminta saya untuk menemaninya berkeliling Jakarta bila memungkinkan, Karena kekasihnya yang tinggal di kota Padang akan datang ke Jakarta, sedangkan Dhani baru beberapa bulan dipindah tugaskan ke Jakarta, sehingga dia kurang familiar dengan lingkungan Jakarta. Dhani adalah seorang perwira TNI AU yang bertugas di Batalyon Paskhas 407, dan sedang mengikuti Kursus Para Lanjut Tempur (penerjunan tingkat lanjut) saat itu saya langsung menyanggupi permintaan sahabat saya Dhani dan meminta agar dia reconfirm ke saya 2-3 hari sebelum hari - H.

Awal Persahabatan
Saya mengenal kedua sahabat saya ini di Yogyakarta, ketika saya masih duduk di bangku kuliah, dan mereka sedang mengenyam pendidikan di Akademi TNI AU di Yogyakarta.

Saya dan Yudho mulai sering berkumpul ketika Yudho telah menyelesaikan pendidikannya di AAU dan sedang mengikuti pendidikan lanjutan di Sekolah Penerbang TNI AU angkatan ke 70, saat itu Yudho bersama beberapa rekan lain sering menghabiskan waktu pesiarnya di rumah saya, Yudho juga sempat menitipkan motor Kawasaki Ninja RR 150cc kesayangannya selama beberapa bulan kepada saya dan motor itu sering saya pakai untuk kuliah, lumayan untuk gagah-gagahan di kampus pikir saya saat itu.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Penerbang TNI AU, Yudho ditugaskan untuk melanjutkan konversi dari pesawat latih bermesin propeler ke pesawat bermesin jet di Madiun, karena Yudho dipilih untuk menjadi salah satu penerbang tempur di jajaran TNI AU saat itu, setelah itu Yudho ditugaskan di Skuadron Hawk 100/200 di Pekanbaru, ketika menjalani masa transisi di Pekanbaru, Yudho dianggap memiliki masalah dengan kesehatan matanya karena Yudho mengenakan kacamata, maka dia dipindah ke Skuadron angkut di Jakarta.

Sedangkan persahabatan saya dengan Dhani dimulai ketika saya mendapatkan tugas dari kantor untuk ditempatkan di sebuah proyek di kabupaten Kupang, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Dhani kebetulan saat itu bertugas sebagai Komandan Tim SAR merangkap Komandan Peleton di Flight D Paskhas (Kompi BS) di Lanud El Tari Kupang. Saya yang bertugas jauh dari kota, seringkali mampir dan bermalam di kediaman Dhani yang berada persis di pinggir kota.

Black April
Awal bulan April 2009, saya dan Bapak saya berangkat menuju Lhokseumawe Aceh untuk mengunjungi adik, keponakan, dan ibu saya yang sementara tinggal di Aceh untuk membantu adik saya, dengan membawa kasur yang sedianya akan saya titipkan melalui sahabat saya Yudho, karena ternyata Kasur beserta asesorisnya bisa saya bawa menggunakan penerbangan sipil.

Ketika saya di Aceh, adik saya yang juga mengenal kedua sahabat saya ini mengingatkan agar saya menghubungi Yudho, untuk menyampaikan bahwa saya tidak jadi menitipkan kasur bayi, dan sempat berpesan agar saya mengajak sahabat saya Dhani dan kekasihnya berkunjung ke tempat-tempat wisata yang bagus di Jakarta. Waktu itu saya bilang ke adik saya bahwa saya akan menghubungi Yudho setelah saya kembali ke Jakarta, dan pasti Dhani dan pacarnya akan saya ajak ke tempat-tempat yang istimewa, mengingat Dhani belum lama dekat dengan pacarnya, dan salah satu agenda pertemuan Dhani dengan pacarnya adalah untuk membicarakan rencana pernikahan.

Tanggal 6 April 2009, saya dan Bapak saya kembali ke Jakarta dengan cara naik mobil dari Lhokseumawe ke Medan dan dilanjutkan dengan pesawat terbang dari Medan ke Jakarta. Ketika dalam perjalanan menuju medan, kira-kira 2 jam sebelum tiba di Medan, saya menerima telepon dari salah seorang sahabat adik saya yang juga mengenal Yudho, dia menyampaikan ke saya, bahwa Yudho mengalami kecelakaan, pesawatnya terbakar, tapi dia tidak tau persis kondisi Yudho saat itu.

Saya langsung terdiam, saya tutup telepon, dan saya mencoba menghubungi salah seorang sahabat saya yang juga pilot TNI AU dan menanyakan kebenaran kabar yang saya terima serta keadaan Yudho, sahabat saya ini menjawab bahwa informasi resminya belum diketahui, tapi ada kemungkinan total lost, tidak puas dengan jawaban ini, saya kembali menghubungi sahabat yang lain jawaban yang kurang lebih sama saya dapatkan, ditambah satu kabar mengejutkan lain, pesawat sedang membawa siswa PLT, dan salah satu siswa yang ikut dipesawat tersebut adalah Dhani Ariadi.

Karena secara resmi belum ada kepastian, saya menghubungi Ibu saya dan meminta agar Ibu saya dapat memantau melalui Tv, sedangkan saya akan mencoba memantau melalui radio, saya juga sempat berpesan kepada beberapa sahabat saya, agar apa bila ada kepastian kabar mengenai kondisi Yudho dan Dhani agar mereka segera menginfo kepada saya. Akhirnya ketika saya memasuki kota medan, kabarpun datang, seluruh penumpang beserta crew pesawat tewas dalam kecelakaan tersebut.

Perasaan sedih karena kehilangan dua sahabat disaat yang bersamaan, perasaan menyesal karena saya tidak segera menghubungi Yudho ketika saya masih di Aceh, perasaan Menyesal karena saya belum sempat membalas kebaikan sahabat-sahabat saya, perasaan kaget, dan rasa tidak percaya tercampur menjadi satu.
Malam hari itu juga setibanya saya dirumah saya langsung mengambil mobil saya dan meluncur menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, karena saya mendapat kabar bahwa jenazah akan disemayamkan disana, saya tiba di Halim, tepat ketika jenazah sahabat saya juga tiba, dan saya diinformasikan bahwa jenazah Dhani langsung dikirim ke Padang, kampung halamannya. Kesedihan tampak jelas di wajah kedua orang tua Yudho, dan yang paling menyayat hati saya adalah ketika melihat istri dan anak Yudho, Ara, yang ketika itu mungkin baru berusia sekitar 5-6 bulan.

keesokan harinya, tanggal 07 April 2009, saya menyempatkan diri, untuk memberikan penghormatan terakhir bagi sahabat saya Yudho di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sekaligus mendoakan kedua sahabat saya yang telah mendahului saya.

Entah kenapa, kejadian jatuhnya pesawat penumpang Shukoi Jet 100 tanggal 09 Mei 2012 ini benar-benar menarik ingatan saya ke 3 tahun lalu, saya seperti merasakan kembali apa yang pernah saya rasakan lebih 3 tahun lalu.

Saya benar-benar berharap semoga korban pesawat Shukoi saat ini dapat ditemukan dalam keadaan selamat walau tampak kecil kemungkinannya.

Semoga saja…

1 komentar:

  1. semoga apabila kemungkinan yang terburuk memang terjadi,,mereka semua dinaikkan derajadnya dalam akhirat,,amin amin,

    semoga keluarga yg ditinggalkan diberi kesabaran yah..

    BalasHapus